
Trenbola – Timnas Indonesia U-20 harus mengubur mimpi mereka untuk melangkah lebih jauh di ajang Piala Asia U-20 2025 yang berlangsung di China.
Skuad asuhan Indra Sjafri dipastikan tersingkir setelah menelan dua kekalahan di fase grup. Hasil ini juga membuat Garuda Nusantara gagal mengamankan tiket menuju Piala Dunia U-20 2025.
Lantas, apa yang menjadi penyebab utama kegagalan Timnas Indonesia U-20 di turnamen ini?
Pengamat sepak bola Sapto Haryo Rajasa mengungkapkan bahwa kurangnya kolektivitas tim selama 90 menit menjadi faktor utama yang perlu dievaluasi.
Hasil Buruk di Fase Grup
Perjalanan Timnas Indonesia U-20 di Piala Asia U-20 2025 dimulai dengan kekalahan telak 0-3 dari Iran pada Kamis (13/2/2025).
Setelah itu, mereka kembali harus mengakui keunggulan Uzbekistan dengan skor 1-3 pada Minggu (16/2/2025). Dua kekalahan ini membuat peluang Indonesia untuk lolos ke fase gugur pupus.
Menurut Sapto Haryo, Indonesia sebenarnya tidak kalah jauh dari sisi kualitas individu. Namun, dari aspek permainan kolektif, Indonesia masih tertinggal dibandingkan tim-tim seperti Iran dan Uzbekistan.
“Kualitas tim secara kolektif masih menjadi pekerjaan rumah besar. Kalau secara individu mungkin bisa diperdebatkan, tapi secara kolektif, Uzbekistan jauh di atas kita,” ujar Sapto Haryo dalam podcast YouTube Liputan6 Sport.
Masalah Kolektivitas Tim Jadi Catatan Penting
Sapto Haryo menyoroti bahwa salah satu penyebab utama kekalahan Indonesia adalah ketidakmampuan menjaga kolektivitas sepanjang 90 menit pertandingan.
Menurutnya, Iran dan Uzbekistan memiliki organisasi permainan yang sangat rapi sehingga sulit untuk dibongkar oleh Timnas Indonesia.
“Tim-tim seperti Iran dan Uzbekistan memiliki organisasi permainan yang solid dan sulit ditembus. Itu yang membuat kita kalah. Jika ada kritik untuk Coach Indra Sjafri, itu adalah ketidakmampuan tim menjaga kolektivitas selama 90 menit,” tambahnya.
Kekompakan tim yang tidak konsisten membuat lawan lebih mudah mendominasi pertandingan, terutama di babak kedua saat Indonesia mulai kehilangan fokus.
Perubahan Taktik Indra Sjafri Mendapat Apresiasi
Terlepas dari hasil buruk yang diraih, Sapto Haryo tetap mengapresiasi keberanian Indra Sjafri dalam melakukan perubahan taktik.
Ia menilai bahwa secara strategi, pelatih berusia 62 tahun itu menunjukkan perkembangan, terutama saat menghadapi Uzbekistan.
“Dibandingkan pertandingan pertama, secara taktik Indra Sjafri sudah melakukan upgrade yang cukup signifikan. Perubahan dari skema empat bek menjadi tiga bek bukan keputusan yang mudah, dan itu terbukti efektif di 45 menit pertama saat menghadapi Uzbekistan,” ujar Sapto Haryo.
Keputusan untuk mengubah skema permainan menunjukkan bahwa Indra Sjafri memiliki fleksibilitas dalam menghadapi lawan yang berbeda.
Sayangnya, strategi tersebut belum cukup untuk membawa Indonesia meraih kemenangan.
Gagal Lolos ke Piala Dunia U-20 2025
Dengan kegagalan melaju ke babak gugur Piala Asia U-20 2025, Indonesia secara otomatis juga gagal mendapatkan tiket ke Piala Dunia U-20 2025.
Sebelumnya, Indra Sjafri memasang target membawa Timnas U-20 mencapai semifinal, karena empat tim terbaik di ajang ini berhak tampil di ajang bergengsi dunia tersebut.
Ini bukan pertama kalinya Indra Sjafri nyaris membawa Indonesia ke Piala Dunia U-20. Pada edisi 2018, tim asuhannya hampir lolos setelah mencapai perempat final Piala Asia U-19, sebelum akhirnya dikalahkan oleh Jepang.
Kegagalan Timnas Indonesia U-20 di Piala Asia 2025 menjadi bahan evaluasi bagi tim kepelatihan dan PSSI.
Meski kualitas individu pemain tidak terlalu jauh tertinggal, kolektivitas permainan masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diperbaiki.
Perubahan taktik yang dilakukan Indra Sjafri memang patut diapresiasi, tetapi konsistensi dalam bermain sepanjang 90 menit harus ditingkatkan agar mampu bersaing dengan tim-tim kuat di Asia.
Ke depan, Indonesia perlu lebih fokus dalam membangun kerja sama tim dan meningkatkan intensitas permainan agar bisa lebih kompetitif di turnamen internasional. Trenbola